Kamis, 29 November 2012

MALAIKAT KECILNYA


Aku di lahirkan dari seorang malaikat yang sangat cantik dan bermurahkasih. 9 tahun lalu aku di lahirkan dari Malaikat yang biasa aku sebut “ibu”. aku sangat suka saat ia tersenyum, terlebih saat aku berhasil membanggakannya dengan pringkat 2 disekolahku. Saat mengambil hasil rapotku iya tak segan-segan memelukku dan berkata “ibu bangga sayang..” kalimat itu yang memacuku untuk selalu menjadi juara kelas dan belajar dengan giat. aku belajar dengan tidak perlu disuruh, aku tidak pernah mengikuti belajar tambahan seperti teman-teman sekelasku yang lain, karena aku mengerti kondisi ibuku yang sangat pas-pasan. Dari penghasian Ibuku yang hanya seorang penjual gorengan tentu saja untuk makan pun terkadang ibu selalu menyisihkannya untukku agar aku dapat makan, aku sangat sering melihat ibuku berpura-pura kenyang agar aku makan.
Lusa sekolahku mengadakan acara yang bertemakan “daddy days”. Hari dimana setiap siswa  membawa ayahnya dan memberikan sebuah puisi untuknya. Aku bersikeras akan mengajak ibuku keacara itu, tapi benar saja dugaanku, ibu dengan keras menolaknya dan menyuruhku untuk tidak datang diacara itu. Aku memaksanya sekali lagi dengan memelas dan ibuku menatapku lekat-lekat “apa kamu tidak malu apa yang akan terjadi nanti saat kau mengajak ibu untuk ikut datang?”tanya ibuku. Matanya sangat menyiratkan kekhawatiran yang dalam padaku. “tidak akan bu.. percaya saja padaku” sahutku.
Hari yang dinantikan tiba. Ibuku dengan ragu-ragu memasuki aula kelasku. aku melihat teman-temanku mengandeng ayah-ayah mereka dengan sangat bangganya. Mereka tampak sangat bersemangat dan percaya diri untuk menampilkan suatu puisi untuk ayah mereka. Aku menyuruh ibuku untuk duduk dibangku yang sudah disediakan. Ibuku menatapku lagi dengan tatapan sedih seraya mengelus rambut panjangku yang dikuncir dua olehnya. Satu lagi yang aku sukai dari ibuku yaitu ia sangat pandai menata rambutku dengan berbagai model. Rambutku yang terurai panjang selalu disisirkannya tiap pagi dan tidak lupa untuk menguncir atau mengepang rambutku sesuai dengan kemauanku.
Acara sudah 40 menit berlangsung, ibu kembali menatapku cemas. Tiba giliranku yang maju kedepan, semua orang tua dan teman-teman sekolahku menatap kearahku dengan tatapan memaki. Aku tau apa yang ada dibenak mereka “ayah mana yang setega itu membiarkan anaknya hanya membawa ibu keacara yang jelas-jelas bertemakan ayah?”. Aku melihat kearah ibuku yang menatapku dengan tatapan cemas, aku memegang gagang mic yang basar dan hampir menutupi hampir semua mulut dan daguku. Aku merasa gugup sekarang, hampir tidak pernah aku berdiri dan berhadapan dengan orang banyak seperti sekarang, mereka menatapku menyelidik. Aku menarik nafas dalam-dalam dan mulai berbicara “Tentu sebagai Ayah yang kukenal bukanlah ayah yang menemaniku bermain sepeda, bukan ayah yang bisa menciumku setiap saat dia inginkan, bukan ayah yang bisa kusambut ketika ia pulang kerja, juga bukan ayah yang bisa membelaku saat aku diganggu anak yang nakal, dia  juga bukan ayah yang bisa menemaniku saat aku sedang sakit, bahkan ayah tak pernah mengucapkan selamat ulang tahun untukku walaupun sekali saja. Tetapi bukan karena ayahku jahat atau terlalu mementingkan pekerjaannya, ayahku mungkin terlalu baik hingga Tuhan ingin ayah bersamaNya. Aku tak membenci Tuhan karena aku tahu Tuhan sangat sayang padaku dan Ayah, Tuhan pasti punya rencana lain untuk kami hingga ia memisahkan aku dan ayah” aku menatap ibuku seketika, kemudian melanjutkan berbicara kembaliAyah memang tak pernah ada di sisiku, tapi ia menemaniku setiap saat. Setiap kali aku bersedih, aku hanya tinggal menutup mataku sejenak dan memanggil namanya. Ia akan datang meskipun cuma aku yang tahu karena hatiku merasakannya. Ketika aku rindu menatap wajahnya, foto ayah akan menemaniku dalam tidur. Ayah memang tak bisa mengajariku bermain ataupun belajar, tapi ia mengajariku menjadi anak yang mandiri karena aku tak punya ayah yang membantuku, aku belajar menjadi anak yang berani karena tak ada ayah yang membelaku, aku belajar menjadi anak berprestasi karena aku ingin ayahku bangga di surga sana, aku ingin berhasil menjadi dokter karena aku ingin ibu punya alasan untuk melanjutkan hidupnya. ku beruntung karena ada ibu yang menemaniku, yang membantuku mengenal ayah sejak aku bayi dan aku tahu ayah ada di sini, melihatku dengan senang karena aku sudah memperkenalkannya pada semua agar semua orang tahu betapa berartinya ayah bagiku. Suatu hari nanti jika aku bisa bertemu dengannya di surga, aku akan berkata bahwa aku sangat mennyayanginya dan selalu bangga menjadi anaknya.”
Ibuku berdiri seraya menyeka airmatanya yang sudah kembung dipermukaan matanya, terdengar tepuk tangan yang sangat meriah dan Tatapan mereka terhadapku berubah, aku menghampiri ibuku dan memeluknya erat-erat. Tau kah kau? Aku sangat bangga memiliki malaikat sepertinya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar