Aku di lahirkan dari seorang malaikat yang sangat cantik dan bermurahkasih.
9 tahun lalu aku di lahirkan dari Malaikat yang biasa aku sebut “ibu”. aku
sangat suka saat ia tersenyum, terlebih saat aku berhasil membanggakannya
dengan pringkat 2 disekolahku. Saat mengambil hasil rapotku iya tak segan-segan
memelukku dan berkata “ibu bangga sayang..” kalimat itu yang memacuku untuk
selalu menjadi juara kelas dan belajar dengan giat. aku belajar dengan tidak
perlu disuruh, aku tidak pernah mengikuti belajar tambahan seperti teman-teman
sekelasku yang lain, karena aku mengerti kondisi ibuku yang sangat pas-pasan.
Dari penghasian Ibuku yang hanya seorang penjual gorengan tentu saja untuk
makan pun terkadang ibu selalu menyisihkannya untukku agar aku dapat makan, aku
sangat sering melihat ibuku berpura-pura kenyang agar aku makan.
Lusa sekolahku mengadakan acara yang bertemakan “daddy days”. Hari
dimana setiap siswa membawa ayahnya dan
memberikan sebuah puisi untuknya. Aku bersikeras akan mengajak ibuku keacara itu,
tapi benar saja dugaanku, ibu dengan keras menolaknya dan menyuruhku untuk
tidak datang diacara itu. Aku memaksanya sekali lagi dengan memelas dan ibuku
menatapku lekat-lekat “apa kamu tidak malu apa yang akan terjadi nanti saat kau
mengajak ibu untuk ikut datang?”tanya ibuku. Matanya sangat menyiratkan
kekhawatiran yang dalam padaku. “tidak akan bu.. percaya saja padaku” sahutku.
Hari yang dinantikan tiba. Ibuku dengan ragu-ragu memasuki aula
kelasku. aku melihat teman-temanku mengandeng ayah-ayah mereka dengan sangat
bangganya. Mereka tampak sangat bersemangat dan percaya diri untuk menampilkan
suatu puisi untuk ayah mereka. Aku menyuruh ibuku untuk duduk dibangku yang
sudah disediakan. Ibuku menatapku lagi dengan tatapan sedih seraya mengelus
rambut panjangku yang dikuncir dua olehnya. Satu lagi yang aku sukai dari ibuku
yaitu ia sangat pandai menata rambutku dengan berbagai model. Rambutku yang
terurai panjang selalu disisirkannya tiap pagi dan tidak lupa untuk menguncir
atau mengepang rambutku sesuai dengan kemauanku.
Acara sudah 40 menit berlangsung, ibu kembali menatapku cemas. Tiba
giliranku yang maju kedepan, semua orang tua dan teman-teman sekolahku menatap
kearahku dengan tatapan memaki. Aku tau apa yang ada dibenak mereka “ayah mana
yang setega itu membiarkan anaknya hanya membawa ibu keacara yang jelas-jelas
bertemakan ayah?”. Aku melihat kearah ibuku yang menatapku dengan tatapan
cemas, aku memegang gagang mic yang basar dan hampir menutupi hampir semua
mulut dan daguku. Aku merasa gugup sekarang, hampir tidak pernah aku berdiri
dan berhadapan dengan orang banyak seperti sekarang, mereka menatapku
menyelidik. Aku menarik nafas dalam-dalam dan mulai berbicara “Tentu sebagai Ayah
yang kukenal bukanlah ayah yang menemaniku bermain sepeda, bukan ayah yang bisa
menciumku setiap saat dia inginkan, bukan ayah yang bisa kusambut ketika ia
pulang kerja, juga bukan ayah yang bisa membelaku saat aku diganggu anak yang
nakal, dia juga bukan ayah yang bisa menemaniku saat aku sedang sakit,
bahkan ayah tak pernah mengucapkan selamat ulang tahun untukku walaupun sekali
saja. Tetapi bukan karena ayahku jahat atau terlalu mementingkan pekerjaannya,
ayahku mungkin terlalu baik hingga Tuhan ingin ayah bersamaNya. Aku tak
membenci Tuhan karena aku tahu Tuhan sangat sayang padaku dan Ayah, Tuhan pasti
punya rencana lain untuk kami hingga ia memisahkan aku dan ayah” aku menatap
ibuku seketika, kemudian melanjutkan berbicara kembali “Ayah memang tak pernah ada
di sisiku, tapi ia menemaniku setiap saat. Setiap kali aku bersedih, aku hanya
tinggal menutup mataku sejenak dan memanggil namanya. Ia akan datang meskipun
cuma aku yang tahu karena hatiku merasakannya. Ketika aku rindu menatap
wajahnya, foto ayah akan menemaniku dalam tidur. Ayah memang tak bisa mengajariku
bermain ataupun belajar, tapi ia mengajariku menjadi anak yang mandiri karena
aku tak punya ayah yang membantuku, aku belajar menjadi anak yang berani karena
tak ada ayah yang membelaku, aku belajar menjadi anak berprestasi karena aku
ingin ayahku bangga di surga sana, aku ingin berhasil menjadi dokter karena aku
ingin ibu punya alasan untuk melanjutkan hidupnya. ku beruntung karena ada
ibu yang menemaniku, yang membantuku mengenal ayah sejak aku bayi dan aku tahu
ayah ada di sini, melihatku dengan senang karena aku sudah memperkenalkannya
pada semua agar semua orang tahu betapa berartinya ayah bagiku. Suatu hari
nanti jika aku bisa bertemu dengannya di surga, aku akan berkata bahwa aku
sangat mennyayanginya dan selalu bangga menjadi anaknya.”
Ibuku berdiri seraya menyeka airmatanya yang sudah kembung dipermukaan
matanya, terdengar tepuk tangan yang sangat meriah dan Tatapan mereka
terhadapku berubah, aku menghampiri ibuku dan memeluknya erat-erat. Tau kah
kau? Aku sangat bangga memiliki malaikat sepertinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar